PENGAMBILAN KEPUTUSAN BERDASARKAN NILAI-NILAI KEBAJIKAN SEBAGAI PEMIMPIN
Sebagai sebuah institusi moral, sekolah adalah sebuah miniatur dunia yang berkontribusi terhadap terbangunnya budaya, nilai-nilai, dan moralitas dalam diri setiap murid. Perilaku warga sekolah dalam menegakkan penerapan nilai-nilai yang diyakini dan dianggap penting oleh sekolah, adalah teladan bagi murid. Kepemimpinan kepala sekolah tentunya berperan sangat besar untuk menciptakan sekolah sebagai institusi moral
Sebagai seorang guru dan pemimpin pembelajaran dalam sebuah proses pengambilan keputusan harus menerapkan prinsip-prinsip yang akan memberikan dampak positif bagi lingkungan sekitar yang berpusat pada murid. Filosofi Ki hajar Dewantara yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar sebagai manusia dan juga masyarakat murid-murid dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.
Filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka
Ki Hadjar Dewantara memiliki semboyan yang sangat terkenal dari dulu hingga sekarang. Semboyan itu adalah “Tut wuri handayani, Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madyo Mangun Karso”. Ing Ngarso Sung Tulodo artinya nmenjadi seorang pemimpin harus mampu memberikan suri tauladan. Ing Madyo Mbangun Karso, artinya seseorang ditengah kesibukannya harus juga mampu membangkitkan atau menggugah semangat. Tut Wuri Handayani, seseorang harus memberikan dorongan moral dan semangat kerja dari belakang.
Ing ngarso sung tulodo, dapat diartikan bahwa seorang guru sebagai pemimpin pembelajaran haruslah menjadi teladan bagi muridnya.
Ing madya mangun karsa, diartikan bahwa guru sebagai pemrakarsa perubahan artinya bertindak sebagai fasilitator bagi muridnya sehingga murid dapat termotivasi untuk melakukan tindakan tidakan yang mengandung nilai-nilai kebajikan. Di tengah memotivasi, menggugah semangat, kemauan dan niat. Didalam sebuah proses pembelajaran, seorang guru seharusnya mampu untuk menciptakan suasana pembelajaran yang dapat menggugah motivasi Murid, menjadi fasilitator pembelajaran yang didasari pada prinsip pusat pembelajaran adalah Murid. Guru juga harus mampu untuk mengambil keputusan yang mengandung nilai-nilai kebajikan
Tut wuri handayani dapat diartikan bahwa memberikan dorongan moral dan semangat kerja, dengan demikian guru tidak memaksakan kehendak kepada muridnya atau mendominasi kegiatan pembelajaran. Guru sebagai pemimpin pembelajaran dapat memberikan dorongan dengan mengamati, mengikuti, dan mengarahkan anak didik dari belakang dalam mengimplementasikan apa yang dipelajarinya.
Nilai-Nilai Seorang Guru
Seorang guru dalam mengambil keputusan berbasis nilai-nilai kebajikan sebagai pemimpin dalam perubahan harus memiliki nilai-nilai: (1) berpihak pada murid, (2) reflektif, (3) mandiri, (4) kolaboratif, serta (5) inovatif dalam setiap mengambil keputusan. Nilai-nilai tersebut akan membimbing dan mendorong guru untuk mengambil keputusan yang tepat dan benar. Nilai-nilai positif tersebut merupakan prinsip yang dipegang teguh ketika kita berada dalam posisi yang menuntut kita untuk mengambil keputusan yang melibatkan dilema etika atau memiliki dua pilihan yang secara logika dan rasa keduanya dianggap benar, berada situasi dilema etika (benar vs benar) atau berada dalam dua pilihan antara benar melawan salah (bujukan moral) yang menuntut kita berpikir secara mendalam untuk mengambil keputusan yang benar.
Pengambilan Keputusan Berbasis Coaching
Coaching didefinisikan sebagai sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999). Sedangkan Whitmore (2003) mendefinisikan coaching sebagai kunci pembuka potensi seseorang untuk untuk memaksimalkan kinerjanya. Coaching lebih kepada membantu seseorang untuk belajar daripada mengajarinya. Sejalan dengan pendapat para ahli tersebut, International Coach Federation (ICF) mendefinisikan coaching sebagai“…bentuk kemitraan bersama klien (coachee) untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional yang dimilikinya melalui proses yang menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran dan proses kreatif.”
Ki Hadjar Dewantara menekankan bahwa tujuan pendidikan itu ‘menuntun’ tumbuhnya atau hidupnya kekuatan kodrat anak sehingga dapat memperbaiki lakunya. Oleh sebab itu keterampilan coaching perlu dimiliki para pendidik untuk menuntun segala kekuatan kodrat (potensi) agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagai manusia maupun anggota masyarakat. Proses coaching sebagai komunikasi pembelajaran antara guru dan murid, murid diberikan ruang kebebasan untuk menemukan kekuatan dirinya dan peran pendidik sebagai ‘pamong’ dalam memberi tuntunan dan memberdayakan potensi yang ada agar murid tidak kehilangan arah dan menemukan kekuatan dirinya tanpa membahayakan dirinya.
Sistem Among, Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani, menjadi semangat yang menguatkan keterampilan komunikasi guru dan murid dengan menggunakan pendekatan coaching. Tut Wuri Handayani menjadi kekuatan dalam pendekatan proses coaching dengan memberdayakan (andayani/handayani) semua kekuatan diri pada murid. Sebagai seorang Guru (pendidik/pamong) dengan semangat Tut Wuri Handayani, maka perlulah kita menghayati dan memaknai cara berpikir atau paradigma berpikir Ki Hajar Dewantara sebelum melakukan pendampingan dengan pendekatan coaching sebagai salah pendekatan komunikasi dengan semangat among (menuntun). Dalam relasi guru dengan guru, seorang coach juga dapat membantu seorang coachee untuk menemukan kekuatan dirinya dalam pembelajaran. Pendekatan komunikasi dengan proses coaching merupakan sebuah dialog antara seorang coach dan coachee yang terjadi secara emansipatif dalam sebuah ruang perjumpaan yang penuh kasih dan persaudaraan. Oleh sebab itu, empat (4) cara berpikir ini dapat melatih guru (coach/pamong) dalam menciptakan semangat Tut Wuri Handayani dalam setiap perjumpaan pada setiap proses komunikasi dan pembelajaran.
kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan suatu keputusan khususnya masalah dilema etika
Dalam pengambilan suatu keputusan, seringkali kita bersinggungan dengan prinsip-prinsip etika. Etika di sini tidak berkaitan dengan preferensi pribadi seseorang, namun merupakan sesuatu yang berlaku secara universal, seperti yang telah disampaikan di atas. Seseorang yang memiliki penalaran yang baik, sepantasnya menghargai konsep-konsep dan prinsip-prinsip etika yang pasti. Prinsip-prinsip etika sendiri berdasarkan pada nilai-nilai kebajikan universal yang disepakati dan disetujui bersama, lepas dari latar belakang sosial, bahasa, suku bangsa, maupun agama seseorang.
Dalam keterampilan pengambilan keputusan seringkali berbagai kepentingan saling bersinggungan, dan ada pihak-pihak yang akan merasa dirugikan atau tidak puas atas keputusan yang telah diambil. Perlu diingat bahwa kegiatan pengambilan keputusan adalah suatu keterampilan, semakin sering kita melakukannya maka semakin terlatih, fokus, dan tepat sasaran. Sesulit apapun keputusan yang harus diambil untuk permasalahan yang sama-sama benar, sebagai seorang pemimpin , kita perlu mendasarkan keputusan kita pada 3 unsur yaitu berpihak pada murid, berdasarkan nilai-nilai kebajikan universal, dan bertanggung jawab terhadap segala konsekuensi dari keputusan yang diambil.
Well-being dapat diartikan sebagai kondisi nyaman, sehat, dan bahagia. Well-being adalah sebuah kondisi individu yang memiliki sikap yang positif terhadap diri sendiri dan orang lain, dapat membuat keputusan dan mengatur tingkah lakunya sendiri, dapat memenuhi kebutuhan dirinya dengan menciptakan dan mengelola lingkungan dengan baik, memiliki tujuan hidup dan membuat hidup mereka lebih bermakna, serta berusaha mengeksplorasi dan mengembangkan dirinya.
Seorang Guru yang mampu mencapai well-being akan mampu mengambil sebuah keputusan yang berbasis nilai-nilai kebajikan meskipun melibatkan Dilema Etika pada saat pengambilan keputusan tersebut. Sebelum keputusan itu diambil berhubungan erat dengan kemampuan seorang Guru dalam mengelola aspek sosial dan emosianalnya dan kondisi individu tersebut pada saat mengambil keputusan. Bagaimana dia mampu melakukan kesadaran diri, memanejemen diri, melakukan ketrampilan berelasi dan mengambil sebuah keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.
Dalam keterampilan pengambilan keputusan seringkali berbagai kepentingan saling bersinggungan, dan ada pihak-pihak yang akan merasa dirugikan atau tidak puas atas keputusan yang telah diambil. Perlu diingat bahwa kegiatan pengambilan keputusan adalah suatu keterampilan, semakin sering kita melakukannya maka semakin terlatih, fokus, dan tepat sasaran. Sesulit apapun keputusan yang harus diambil untuk permasalahan yang sama-sama benar, sebagai seorang pemimpin , kita perlu mendasarkan keputusan kita pada 3 unsur yaitu berpihak pada murid, berdasarkan nilai-nilai kebajikan universal, dan bertanggung jawab terhadap segala konsekuensi dari keputusan yang diambil, sebagaimana digambarkan dalam gambar berikut:
Berdasarkan penjabaran diatas, didalam dunia pendidikan, pada prinsipnya harus mengambil keputusan yang berpihak pada murid, sesuai dengan nilai-nilai kebajikan serta dapat dipertanggung jawabkan. meskipun pengambilan keputusan seringkali berbagai kepentingan saling bersinggungan, dan ada pihak-pihak yang akan merasa dirugikan atau tidak puas atas keputusan yang telah diambil. namun apabila Pengambilan keputusan di sekolah didasarkan kepada ketiga unsur tersebut, meskipun tidak menyenangkan semua kepentingan, setidaknya sudah menyeimbangkan banyak prioritas yang diyakini berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.
Empat Paradigma Dilema Etika
Berdasarkan pengalaman saya mengajar di institusi pendidikan, saya merasakan bahwa dilema etika adalah tantangan berat yang harus dihadapi. Ketika menghadapi situasi dilema etika, akan ada nilai-nilai kebajikan mendasar yang bertentangan seperti cinta dan kasih sayang, kebenaran, keadilan, kebebasan, persatuan, toleransi, tanggung jawab dan penghargaan akan hidup. Secara umum ada pola, model, atau paradigma yang terjadi pada situasi dilema etika yang bisa dikategorikan seperti di bawah ini:
1. Individu lawan kelompok (individual vs community)
2. Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy)
3. Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty)
4. Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term)
Individu lawan kelompok (individual vs community)
Dalam paradigma ini ada pertentangan antara individu lawan sebuah kelompok yang lebih besar di mana individu ini juga menjadi bagiannya. Paradigma ini, bisa juga berhubungan dengan konflik antara kepentingan pribadi lawan kepentingan orang lain, atau kelompok kecil lawan kelompok besar.
Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy)
Dalam paradigma ini, pilihannya adalah antara mengikuti aturan tertulis atau tidak mengikuti aturan sepenuhnya. Kita bisa memilih untuk berlaku adil dengan memperlakukan hal yang sama bagi semua orang, atau membuat pengecualian dengan alasan kemurahan hati dan kasih sayang.
Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty)
Kejujuran dan kesetiaan seringkali menjadi nilai-nilai yang bertentangan dalam situasi dilema etika. Kadang kita harus memilih antara jujur atau setia (atau bertanggung jawab) kepada orang lain. Apakah kita akan jujur menyampaikan informasi berdasarkan fakta atau kita akan menjunjung nilai kesetiaan pada profesi, kelompok tertentu, atau komitmen yang telah dibuat sebelumnya.
Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term)
Paradigma ini paling sering terjadi dan mudah diamati. Seringkali kita harus memilih keputusan yang kelihatannya terbaik untuk saat ini atau yang terbaik untuk masa yang akan datang. Paradigma ini bisa terjadi pada hal-hal yang setiap harinya terjadi pada kita, atau pada lingkup yang lebih luas misalnya pada isu-isu dunia secara global, misalnya lingkungan hidup dan lain lain.
pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya
Guru sebagai pemimpin pembelajaran merupakan sosok yang diguguh dan ditiru oleh murid-muridnya. untuk itu dalam setiap pengambilan keputusan yang diambil oleh guru sebagai pemimpin pembelajaran haruslah berpihak pada murid, karena implikasi keputusan yang diambil bukan hanya berdampak sebentar terhadap murid, namun akan bersifat jangka panjang pada kehidupan atau masa depan murid tersebut.
Teringat pepatah bijak "guru kencing berdiri, murid kencing berlari" secara sederhana pepatah tersebut mengandung makna bahwa murid akan mencontoh perilaku gurunya bahkan dengan kreatifitasnya dia bisa mengembangkan lagi. Apabila contoh baik yang diberikan guru maka itu akan bernilai positif bagi anak, begitu juga sebaliknya jika contoh yang diberikan itu buruk, tentu saja akan bernilai negatif bagi murid dan akan berdampak lama dan mempengaruhi kehidupan murid di masa yang akan datang.
Kesimpulan akhir yang dapat diperoleh dari pembelajaran modul materi ini dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya.
Setelah mempelajari modul 3.1 sebagai seorang guru, saya harus mampu menerapkan Prinsip pratap triloka dari Ki hadjar Dewantara, yaitu Ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karsa dan tut wuri handayani. Guru sebagai seorang pemimpin pembelajaran harus memiliki dasar pengambilan keputusan yaitu berupa nilai yang berpihak pada murid dengan berpedoman pada nilai-nilai kebajikan yang universal serta bertanggung jawab yang mencerminkan nilai mandiri, reflektif, kolaboratif, kreatif dan berpihak pada murid.
Dalam keterampilan pengambilan keputusan seringkali berbagai kepentingan saling bersinggungan, dan ada pihak-pihak yang akan merasa dirugikan atau tidak puas atas keputusan yang telah diambil. Perlu diingat bahwa kegiatan pengambilan keputusan adalah suatu keterampilan, semakin sering kita melakukannya maka semakin terlatih, fokus, dan tepat sasaran. Sesulit apapun keputusan yang harus diambil untuk permasalahan yang sama-sama benar, sebagai seorang pemimpin , kita perlu mendasarkan keputusan kita pada 3 unsur yaitu berpihak pada murid, berdasarkan nilai-nilai kebajikan universal, dan bertanggung jawab terhadap segala konsekuensi dari keputusan yang diambil.
Setelah mempelajari konsep pengambilan keputusan berdasarkan nilai-nilai kebajikan melalui 9 tahapan 4 pradigma dan 3 prinsip revolusi, saya sebagai Guru menjadi lebih percaya diri dan berusaha untuk terus mengembangkan ketrampilan ini dengan banyak merefleksi keputusan-keputusan yang sudah diambil pada kasus-kasus sebelumnya. Koordinasi, kolaborasi dengan orang tua, rekan sejawat dan juga pimpinan adalah faktor pendukung utama yang perlu dilibatkan. Pengkajian terhadap data-data yang relevan juga sangat dibutuhkan agar keputusan yang diambil teruji secara legal.
Dilema Etika dan Bujukan Moral
Dilema etika (benar vs benar) adalah situasi yang terjadi ketika seseorang harus memilih antara dua pilihan dimana kedua pilihan secara moral benar tetapi bertentangan. Sedangkan bujukan moral (benar vs salah) yaitu situasi yang terjadi ketika seseorang harus membuat keputusan antara benar dan salah.
Secara umum ada pola, model, atau paradigma yang terjadi pada situasi dilema etika yang bisa dikategorikan seperti di bawah ini:
1. Individu lawan kelompok (individual vs community)
2. Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy)
3. Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty)
4. Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term)
Untuk memandu kita dalam mengambil keputusan dan menguji keputusan yang akan diambil dalam situasi dilema etika ataupun bujukan moral yang membingungkan, ada 9 langkah yang dapat dilakukan.
1. Mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan
2. Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini
3. Kumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini.
4. Pengujian benar atau salah
5. Pengujian Paradigma Benar lawan Benar
6. Melakukan Prinsip Resolusi:
Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking)
Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking)
Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking)
7. Investigasi Opsi Trilema
8. Buat Keputusan
9. Lihat lagi Keputusan dan Refleksikan
.jpeg)
.jpeg)
